Bukan Hari Sial

Bukan Hari Sial


Bel telah berbunyi berkali-kali, dan juga seekor ayam jantan di belakang rumah sudah berkokok berulang-ulang, namun Dimas seorang anak yang tergolong rajin belum juga bangun dari kasurnya. Saat bel berbunyi dia hanya mematikan bel dan kembali memeluk bantal gulingnya. Matahari telah naik cukup tinggi, namun Dimas baru bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Baru kali ini Dimas berangkat ke sekolah dalam keadaan terlambat, biasanya dia bangun pagi-pagi sekali dikarenakan jarak rumahnya menuju sekolah lumayan jauh, itupun dia harus rela mengayuh kendaraan roda duanya bermenit-menit demi mendapatkan sebuah tempat duduk idamannya yang berada di pojok kiri belakang di sekolah idamannya, yaitu SMA N 1 Kebumen yang sangat tersohor di kalangan masyarakat Kebumen. Menyisir rambut pun ia tidak sempat lagi, apalagi sarapan, padahal ibuya telah menyiapkan masakan kesukaannya, yaitu semur jengkol rasa pedas asin ditambah telur dadar dan sedikit kecap diatasnya. Setelah memakai sepatu dia langsung menuju kesekolah.

Dimas mengayuh Sepedanya secepat mungkin dengan jantung berdetak-detak tak karuan, serta keringat bercucuran membasahi bajunya yang baru saja disetrika oleh ibu yang selalu menyayanginya. Namun ketika di tengah jalan Dimas merasakan ada yang aneh dengan sepedanya, dia merasakan bergoncang-goncang saat mengayuh pedal sepeda. Seketika itu Dimas langsung menekan rem roda belakangnya dengan keras. Ketika diperiksa, ternyata ban belakang sepedanya kempes. Rasa panik datang menghantuinya. 

” Waduh, ada-ada saja!” dalam bibir Dimas menggumam. Kemudian dengan terpaksa Dimas kembali pulang ke rumahnya yang berada di jalan Tentara pelajar nomer 101 Kebumen. Dengan susah payah ia memompa ban sepedanya. Setelah selesai dengan urusannya itu, Dimas langsung mengayuh kembali sepedanya dengan secepat-cepatnya, setelah ia berpamitan pada ibunya. Hari itu, di jalan banyak terdapat genagan air, karena semalam suntuk air hujan berdatangan di daearah Kebumen dengan derasnya. Dalam keadaan ini Dimas harus pandai memilih-milih jalan yang rata dan bebas dari genangan. “waduh siapa sih yang mengaspal jalan tidak rata begini?”. Byuuur…Dimas jatuh dalam selokan di dekat toko bangunan. “aduh!” Dimas langsung merengek kesakitan seperti anak kecil, karena sepatu barunya kotor penuh lumpur. Rasanya dia ingin menangis sekencang-kencangnya dan memeluk ibunya dirumah karena Dimas termasuk anak yang cengeng. Namun dengan semangatnya ia mengangkat sepedanya dari selokan dan kembali mengayuhnya. Dengan susah payah, akhirnya Dimas sampai juga di depan sekolah. Bapak Satpam di SMA baru saja menutup pintu gerbang karena waktu sudah menunjukan pukul setengah delapan. Dimas pun bersegera mengetuk-ngetuk pintu gerbang, namun tak seorangpun membukakan pintu. Kemudian pak satpam mendekatinya sambil berkata ”nanti setengah jam lagi akan saya bukakan pintunya”. Dimas pun hanya mengangguk-angguk dan akan menunggu sampai pintu terbuka lebar.

            Hari itu adalah pelajaran Fisika Bu Rini yang terkenal Tegas dan Disiplin, dan Dimas baru tersadar kalau hari ini ada ulangan Fisika. Jam pertama sudah berlalu, sekarang tinggal jam yang ke dua. Perlahan Dimas mengetuk pintu kelasnya, dengan jantung berdebar-debar Dimas mulai masuk. Semua teman-temannya menoleh kearah pintu. Semula di dalam kelas suasananya hening. Begitu Dimas muncul mereka pun tertawa terbahak-bahak, bahkan ada yang sampai menangis. Dimas pun mulai menghampiri Bu guru yang sedang duduk mengawasi murid-murid sambil memegang kayu penggaris yang diketuk-ketukan dimeja.

            “Hei, Dim…, kamu habis membajak sawah ya?”, kata si Ahmad yang duduk di pojok belakang kelas. Keadaan kelas menjadi sangat gaduh. Sementara itu Dimas hanya dapat tertunduk malu. Kemudian Bu guru kembali menenangkan suasana di kelas sepuluh dua itu. Setelah itu Bu guru menyuruh Dimas untuk merapikan Bajunya dan duduk untuk mengikuti ulangan Fisika tanpa tambahan waktu lagi. Dimas pun mengangguk-angguk sambil merengut, hampir-hampir dia menangis.

            Hari itu Dimas merasa bahwa dirinya benar-benar sangat sial. Setelah istirahat Dimas pun bercerita pada temannya yang bernama Iwan mengenai kesialannya hari ini. Sambil makan tempe dengan saus kecap, Iwan mencoba memberikan penjelasan pada Dimas, “mungkin kamu terkena azab dari Tuhan Dim” kata Iwan. Spontan Dimas membalasnya, “jangan sembarangan kamu”. “bercanda Dim, santai saja, aku juga dulu pernah menemukan keanehan semacam itu pada diriku, sepanjang hari rasanya kacau balau, itulah yang disebut hari sial ” jawab si Iwan. Setelah waktu pulang tiba, Dimas tidak henti-hentinya memikirkan peristiwa yang dialaminya dan perkataan yang telah diucapakan oleh Iwan saat istirahat.

            Ketika di jalanan  Dimas terus melamunkan kejadian-kejadian tersebut, Meski dia belum tahu tentang kebenaran adanya hari sial, ia terus memikirkan masalahnya di saat ia sedang bersepeda, boleh dibilang dia berfikir terus sampai kepalanya mau botak. Tiba-tiba sepedanya hampir menabrak grobag tukang bakso keliling. Si tukang bakso langsung saja memarahi Dimas. Dalam hati, Dimas kembali berfikir bahwa hari ini memang hari sial baginya,  dan ia percaya bahwa hari sial itu benar-benar ada, tepat seperti apa yang Iwan katakan tadi di sekolah. Setibanya di rumah, Dimas melampiaskan segala kekesalannya di kamar. Sambil berteriak-teriak, Dimas membanting dan menginjak-injak Bantal guling yang baru di cuci oleh ibunya. Ibunya tentu sangat heran melihat tingkah laku anak semata wayangnya.

            Sesaat kemudian Ibu Dimas menghampiri sambil mengelus-elus dada anak tersayangnya dan menanyakan masalah yang sedang ia alami. Dimas pun segera mengeluarkan segala permasalahannya. Setelah Dimas mengakhiri ceritanya , ibu pun tersenyum dan ibu langsung memberikan tanggapan atas peristiwa yang Dimas alami sepanjang hari ini. Ibunya berkata, “tidak ada yang namanya hari sial atau hari baik. Sebuah hari itu, menjadi baik atau  buruk tergantung bagaimana kamu mengisinya”. “Contoh saja, apa yang telah kamu lakukan pada hari ini. Kenapa sampai kamu bangun kesiangan?” tutur Ibu pada Dimas.

            Sejenak Dimas terdiam dan memikirkannya. Setelah Dimas menelusuri Hal-hal apa saja yang dapat mengakibatkan kesialanya pada hari ini, Dimas pun dapat menemukan penyababnya. Tadi malam ia menonton siaran tv yaitu pertandingan Inter Milan melawan Juventus  hingga larut malam, karena begadang ia pun menjadi bangun kesiangan dan berangkat kesekolah dalam keadaan terlambat. Karena takut terlambat, iapun serba terburu-buru bagaikan       dikejar-kejar srigala di tengah hutan rimba. Hal itulah yang menyababkan ia celaka. Kalau saja Dimas  menyiapkan semuanya dengan baik, tentu Dimas tidak akan tergesa-gesa mengayuh sepeda untuk berangkat kesekolah. Misal saja dia selalu belajar, kalau-kalau ada ulangan dadakan ia dapat mengerjakan dengan perasaan tenang. Setelah mendengarkan penjelasan dari ibunya Dimas langsung membuat rencana, agar hidupnya dapat tertata rapi.

Waktu telah menunjukan pukul setengah sepuluh, dimas langsung bergegas menuju tempat tidur. Tidak lupa dia berdoa sebelum tidur. Dimas meminta pada Tuhan agar hari esok adalah hari yang ia inginkan, tidak seperti hari ini yang penuh halang rintang. Setelah jam beker berbunyi keras Dimas segera membasuh muka dan berwudu untuk segera sholat subuh. Selanjutnya ia ingat pada pesan ibunya agar selalu belajar walupun tidak ada ulangan. Pukul setengah tujuh sudah hampir lewat dimas segera menyantap makanannya, yang sudah ibunya buat dengan susah payah. Kembali dimas mengayuh sepedanya kesekolah dengan harapan besar Tuhan Mengabulkan doanya.

            Setelah sampai di sekolah, ternyata pelajaran Bahasa Indonesia mengadakan ulangan dadakan, tetapi Dimas yang tidak kaget karena tadi pagi dia telah membaca-baca buku Bahasa Indonesia. Dimas pun hanya tersenyum sedangkan teman-temannya membrontak tidak karuan. Setelah bel pulang berbunyi Dimas dan teman-temannya segera pulang. Setelah berada dirumah, Dimas kembali bercerita pada ibunya bahwa hari ini dia berhasil menata hidupnya lebih baik. Ibunya kembali berkata pada Dimas, “keberuntungan itu datang pada kita apabila kita dapat memanfaatkan waktu dengan                 sebaik-baiknya”. Dimas pun mengangguk-angguk.

Kini ia sadar bahwa kesialannya pada waktu kemarin hanya karena ulah sendiri, bukan karena hari itu adalah hari sial. Dimas pun tersenyum-senyum pada ibunya. Ibunya memang bagaikan malaikat bagi Dimas karena setiap ada masalah, Ibunyalah yang selalu memecahkan setiap permasalahan dengan memberi penjelasan padanya. Dimas sangat bangga memiliki Ibu seperti dia, ibu yang selalu memperhatikannya dan selalu memberi semangat hidup padanya.             

 

 

 

   

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Bukan Hari Sial"

Post a Comment